Niat adalah kecendrungan/kemauan kuat yang merupakan motivator bagi kekuatan. Jika sesuatu yang baik terealisasikan karena adanya niat, maka niat dan amal tersebut merupakan ibadah yang sempurna. Contohnya : zakat, santunan anak yatim, dll. Dari Umar bin Khattab ra, dia berkata : Aku mendengar Rasulullah saw bersabda ; “sesungguhnya segala pekerjaan itu (diterima/tidaknya di sisi Allah SWT) hanyalah tergantung niatnya. Dan setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang diniatkannya. Jika disimpulkan, niat adalah dasar dari segala perbuatan. Oleh karena itu, setiap perbuatan manusia diterima tidaknya disisi Allah SWT hanya sebatas niatnya, maka jika kita mengerjakan sesuatu dengan niatan murni karena Allah dan mengharapkan ridha-Nya insyaallah amal ibadah kita diterima. tetapi jika niatnya untuk selain Allah, maka pekerjaannya itu dapat menjadi bencana baginya.

ikhlas adalah kemurnian niat. Menurut Imam Al-Ghazali, ikhlas itu memiliki prinsip, hakikat, dan kesempurnaan. Prinsip ikhlas, adalah niat. Dan kesempurnaan dari ikhlas adalah kejujuran.  Di dalam surah Al-Bayyinah ayat 5 disebutkan, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada Nya dengan lurus”. Ikhlas merupakan sifat yang sangat agung. Suatu rahasia dari rahasia-rahasia yang dititipkan hanya di qalbu para hamba yang dicintai-Nya. Ikhlas adalah tingkat ihsan, yang meyakini sekalipun dirinya tidak dapat melihat Allah, tetapi Allah dapat melihat segala yang ia kerjakan. Ia meyakini Allah selalu bersamanya dimanapun ia berada. khlas itu tidak pernah memandang, menghitung-hitung apa-apa saja yang telah ia perbuat, tidak mengharapkan imbalan/balasan, tidak membutuhkan pengakuan atas dirinya, hawa nafsunya, apalagi orang lain. “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk rupa dan kekayaan kalian, tetapi Allah melihat kepada qalbu dan amalan-amalan kalian.” (HR. Imam Muslim)

Kedudukan syukur lebih tinggi dari sabar, khauf, zuhud, dan maqam-macam lainnya. Sebab, maqam-maqam lainnya tidak ditujukan untuk diri sendiri, melainkan untuk orang lain. Sabar misalnya, ditujukan untuk mengalahkan hawa nafsu. Syukur itu dimaksudkan untuk diri sendiri, karenanya ia tidak terputus di dalam surga. Sedangkan maqam-maqam lainnya, tidak ada lagi di surga, karena telah habis masa berlakunya. Sedang syukur kekal di dalam surga. Itulah mengapa Allah berfirman ; “Dan penutup doa mereka (penghuni surga) ialah,  ‘Al-hamdlillahirab al-Alamin’ (segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam)” [QS Yunus:10]. Imam Ghazali berkata, setiap orang akan mengetahui hal tersebut, jika telah memahami hakikat tentang syukur.